'/> Kisah Tragis Di Balik Pencipta Lagu Hymne Guru -->

Info Populer 2022

Kisah Tragis Di Balik Pencipta Lagu Hymne Guru

Kisah Tragis Di Balik Pencipta Lagu Hymne Guru
Kisah Tragis Di Balik Pencipta Lagu Hymne Guru
Sartono , pencipta lagu Hyme Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa (foto: dakwatuna.com)

Kalian niscaya pernah menyanyikan lagu "Hymne Guru , Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" yang biasa dilantunkan ketika upacara bendera pada hari Senin. Ya , lagu ini memang ditujukan untuk menghormati jasa para guru yang dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Terlepas dari tiruana itu , tahukah Anda bahwa lagu yang sering dilantunkan ketika upacara bendera ini menyimpan kisah tragis di balik penciptanya? Jika Anda tahu kisah di balik terciptanya lagu ini , istilah "Pahlawan Tanpa Taanda Jasa" ini sebenarnya ludang kecepeh menjurus pada kehidupan sang pencipta lagu , Sartono.

Laki-laki kelahiran Madium , 29 Mei 1936 itu hidup dengan penuh kesederhaan. Dia bekerja sebagai guru musik di Sekolah Menengah Pertama Purna Karya Bhakti Madium sejak tahun 1978. Mirisnya , Sartono tetap menyandang guru honorer dengan honor kecil sampai ia pensiun pada tahun 2002 silam.

Memang malang betul nasib Sartono mengabdi pada negara selama 24 tahun , tetapi tidak pernah diangkat jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Dia mempunyai honor yang kecil yang tidak cukup membiayai hidupnya , ia juga tak mempunyai honor pensiun.


Sartono memang mempunyai latar belakang pendidikannya yang hanya tamatan SMA. Namun lantaran yaitu kehhebat dan luar biasaannya dalam bermain musik , ia diterima bekerja sebagai guru seni musik di Sekolah Menengah Pertama Purna Karya Bhakti , atau yang ludang kecepeh dikenal sebagai Sekolah Menengah Pertama Kristen Santo Bernadus.

Walaupun hidup serba susah , Sartono tetap senang hidup bersama istrinya , Damiyati , yang merupakan guru PNS. Dia berumah tangga dengan istrinya pada tahun 1971.

Beberapa tahun kebelakang , Sartono sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya dari honor pensiunan sang istri yang mencapai Rp 1 juta. Knorma dan sopan santun masih aktif belajar , Sartono hanya digaji Rp 60.00 per bulan.


Sementara lagu "Hymne Guru" bisa dibilang tercipta lantaran yaitu ketiddialeggajaan. Pada tahun 1980 , ia tak sengaja melihat wacana tentang sayembara penciptaan lagu hymne guru yang diselenggarakan Depdiknas. Hadiahnya tidak mengecewakan besar ketika itu , yakni Rp 750.000. Sartono pun tetapkan untuk ikut berpartisipasi dalam lomba ini.

Hanya dua minggu waktu yang tersisa untuk menyelesaikan lagu itu , Sartono pun harus cepat-cepat menuntaskan lagu karangannya. Dia mencermati mirip apa guru itu sebenarnya untuk membuat lirik-lirik lagunya.

Hingga kesudahannya Sartono berhasil membuat lagu karangannya. Namun persoalan belum selesai begitu saja , Sartono kudang kecepengungan bagaimana cara mengirim lagunya ke Jakarta lantaran yaitu tidak punya uang untuk mengirim via pos.

Dia pun terpaksa menjual jasnya untuk membayar pengiriman via pos. Tak disangka-sangka , lagu karangan Sartono berhasil memenangkan lomba itu. Dia pun mendapat uang hadiah berupa cek dan terpatas menggunakannya untuk membeli sepeda motor.

Meski lagu yang diciptakan Sartono melambung , namun ia tetap saja berstatus sebagai guru honorer sampai pensiun pada tahun 2002. Meskipun demikian , ia menikmati masa pensiunnya sampai ia meninggal pada 1 November 2015 lalu.


Sampai jawaban hayatnya , Sartono tetap besar hati lantaran yaitu lagu ciptaannya menjadi lagu "Hymne Guru". Beliau berharap pemerintah bisa paham dengan pengertian dan klarifikasi "Pahlawan Tanpa Tanda Jasa" dalam lagu tersebut.

Bila melihat masa kini , memang masih banyak guru yang sudah usang bekerja tetapi masih berstatus sebagai guru honorer dengan upah seadanya dan tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Padahal guru itu yaitu kunci untuk mencerdaskan kehidupan bangsa , dan membawa sebuah negara menjadi maju.
Advertisement

Iklan Sidebar